October 26, 2012

Arafah, 9 Dzulhijjah 10 H

Hari itu Hari Tarwiyah tahun ke 10 H. Rasulullah shallallahu ‘alayhi wa sallam pergi menuju Mina dan melaksanakan shalat Zhuhur, Ashar, Maghrib, Isya, dan Shubuh di sana. Seusai menanti beberapa saat hingga matahari terbit, beliau lantas melanjutkan perjalanannya hing­ga tiba di Arafah. Tenda-tenda waktu itu telah didirikan. Beliau pun memasuki tenda yang telah disiapkan untuknya.

Setelah matahari tergelincir, Rasulullah shallallahu ‘alayhi wa sallam meminta agar al-Qashwa’, unta beliau, didatangkan. Beliau kemudian menungganginya hingga tiba di tengah Padang Arafah. Di sana telah berkumpul sekitar 124.000 atau 144.000 kaum Muslimin. Beliau kemudian berdiri di hadapan mereka menyampaikan khutbah haji terakhir yang lebih dikenal dengan sebutan haji wada’:

“Wahai manusia! Dengarkanlah nasihatku baik-baik, karena barangkali aku tidak dapat lagi bertatap muka dengan kalian semua di tempat ini. Tahukah kalian, hari apakah ini?”

Para shahabat pun terdiam, dan mengira bahwa Rasulullah shallallahu ‘alayhi wa sallam akan mengatakan hari yang lain.


“Bukankah inilah Hari Nahr, hari qurban yang suci? Tahukah kamu bulan apakah ini? Bukankah ini bulan suci? Tahukah kalian tempat apakah ini? Bukankah ini kota yang suci? Karena itu, aku umumkan kepada kalian semua bahwa darah dan nyawa kalian, harta benda kalian dan kehormatan yang satu terhadap yang lainnya haram atas kalian (untuk diganggu) sampai kalian bertemu dengan Tuhanmu kelak. Semua harus kalian sucikan sebagaimana sucinya hari ini, sebagaimana sucinya bulan ini, dan sebagaimana sucinya kota ini. Hendaklah berita ini disampaikan kepada orang-orang yang tidak hadir di tempat ini oleh kamu sekalian! Sungguh telah kusampaikan.. Ya Allah, saksikanlah!

Hari ini segala macam riba hendaklah dihapuskan. Barangsiapa yang memegang amanah di tangannya, maka hendaklah ia sampaikan amanah itu kepada yang empunya. Dan, sesungguhnya riba jahiliyah adalah bathil. Dan riba yang pertama kali kuberantas adalah riba yang dilakukan pamanku sendiri, al-‘Abbas bin ‘Abdul-Muththalib.

Hari ini semua bentuk pembalasan dendam pembunuhan jahiliyah, dan penuntutan darah dengan cara jahiliyah dihapuskan. Dan yang pertama kali kuhapuskan adalah tuntutan darah ‘Amir bin al-Harits.

Wahai manusia! Hari ini syaithan telah putus asa untuk dapat disembah pada bumimu yang suci ini. Tetapi, ia bangga jika kamu dapat menaatinya walau dalam perkara yang kelihatannya kecil sekalipun. Karena itu, waspadalah kalian atasnya!

Wahai manusia! Sesungguhnya zaman itu beredar sejak Allah menjadikan langit dan bumi.

Wahai manusia! Sesungguhnya bagi kaum wanita (istri kalian) itu ada hak-hak yang harus kalian penuhi, dan bagi kalian juga ada hak-hak yang harus dipenuhi istri-istri kalian. Yaitu, mereka tidak boleh sekali-kali membawa orang lain ke tempat tidur selain kalian sendiri, dan mereka tak boleh membawa orang lain yang tidak kalian sukai ke rumah kalian, kecuali setelah mendapat izin dari kalian terlebih dahulu. Karena itu, sekiranya kaum wanita itu melanggar ketentuan-ketentuan demikian, maka Allah telah mengizinkan kalian untuk meninggalkan mereka, dan kalian boleh melecut ringan terhadap diri mereka yang berdosa itu. Tetapi, jika mereka berhenti dan tunduk kepada kalian, menjadi kewajiban kalianlah untuk memberi nafkah dan pakaian mereka dengan sebaik-baiknya. Ingatlah, kaum hawa adalah makhluk yang lemah di samping kalian. Mereka tidak memiliki kekuatan. Kalian telah mengambil mereka dengan suatu amanah dari Tuhan kalian. Dan kalian telah halalkan kehormatan mereka dengan kalimat Allah. Karena itu, bertakwalah kepada Allah tentang urusan wanita dan terimalah wasiat ini untuk mempergauli mereka dengan baik.

Wahai umatku! Bukankah aku telah menyampaikan? Ya Allah, saksikanlah!

Wahai manusia! Sesungguhnya aku meninggalkan kepada kalian sesuatu, yang jika kalian berpegang teguh kepadanya, niscaya kalian tidak akan tersesat selama-lamanya. Yaitu: Kitab Allah dan Sunnah Rasul-Nya.

Wahai manusia! Dengarkanlah baik-baik apa yang kuucapkan kepada kalian, niscaya kalian bahagia untuk selamanya dalam hidupmu!

Wahai manusia! Kalian hendaklah mengerti bahwa orang-orang beriman itu bersaudara. Karena itu, bagi tiap­-tiap pribadi di antara kalian dilarang keras mengambil harta saudaranya, kecuali dengan izin hati yang ikhlas.

Bukankah aku telah menyampaikan? Ya Allah, saksikanlah!

Janganlah kalian, setelah aku meninggal nanti, kembali kepada kekafiran, dimana sebagian kalian mempermainkan senjata untuk menebas batang leher kawannya yang lain. Sebab telah kutinggalkan untuk kalian pedoman yang benar, yang jika kalian mengambilnya sebagai pegangan dan lentera kehidupan kalian, tentu kalian tidak akan sesat, yakni Kitab Allah (al-­Quran).

Wahai umatku! Bukankah aku telah menyampaikan? Ya Allah, saksikanlah!

Wahai manusia! Sesungguhnya Tuhan kalian itu satu, dan sesungguhnya kalian berasal dari satu bapak. Kalian semua dari Adam dan Adam terjadi dari tanah. Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kalian semua di sisi Tuhan adalah orang yang paling bertakwa. Dan tidak sedikit pun ada kelebihan bagi bangsa Arab dari yang bukan Arab, kecuali dengan takwa.

Wahai umatku! Bukankah aku telah menyampaikan? Ya Allah, saksikanlah!

Karena itu, siapa saja yang hadir di antara kalian di tempat ini berkewajiban untuk menyampaikan wasiat ini kepada mereka yang tidak hadir!”

Tak lama setelah Rasulullah shallallahu ‘alayhi wa sallam menyampaikan khutbah tersebut, turunlah firman Allah:

“Pada hari ini telah Kusem­purnakan bagi kalian agama kalian, dan telah Kucukupkan kepada kalian nikmat-Ku, dan telah Kuridhai Islam menjadi agama bagi kalian.” (QS. al-Ma’idah: 3)

Mendengar firman Allah tersebut, ‘Umar bin al-Khath­thab radhiyallahu ‘anhu pun meneteskan air mata. Melihat hal itu, dia pun dita­nya, “‘Umar! Mengapa engkau menangis? Bukankah engkau ini jarang sekali menangis?”

“Karena aku tahu, tak ada setelah kesempurnaan melainkan kekurangan,” jawab Umar. Shahabat mulia itu telah merasakan suasana perpisahan (wada’) terakhir dengan Rasulullah shallallahu ‘alayhi wa sallam yang sangat dicintainya.

[Diceritakan kembali dari sebuah hadits yang dituturkan oleh Imam al-Bukhari rahimahullah dari ‘Abdullah bin ‘Umar radhiyallahu ‘anhuma dan sebuah kisah yang dituturkan oleh Ibnu Hisyam dalam al-Sirah an-Nabawiyyah; Disalin dari status facebook Ustadz Aan Chandra]