April 7, 2013

Berpakaian Sesuai Pakaian Penduduk Negeri

Rasulullah shallallahu ‘alayhi wa sallam bersabda:

مَنْ لَبِسَ ثَوْبَ شُهْرَةٍ أَلْبَسَهُ اللَّهُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ ثَوْبًا مِثْلَهُ

“Barangsiapa memakai pakaian syuhrah, niscaya Allah akan memakaikan kepadanya pakaian semisal pada hari kiamat.” [Diriwayatkan oleh Abu Dawud no. 4029, Ibnu Majah no. 3606-3607, dan yang lainnya; Shahih]

asy-Syaukani rahimahullah berkata:

قال ابن الأثير : الشهرة ظهور الشيء والمراد أن ثوبه يشتهر بين الناس لمخالفة لونه لألوان ثيابهم فيرفع الناس إليه أبصارهم ويختال عليهم بالعجب والتكبر

“Ibnul-Atsir berkata: asy-Syuhrah adalah tampaknya sesuatu. Maksudnya bahwa pakaiannya populer di antara manusia karena warnanya yang berbeda sehingga orang-orang mengangkat pandangan mereka (kepadanya). Dan ia menjadi sombong terhadap mereka karena bangga dan takabur.” [Nailul-Authar, 2/111 – via Syamilah]


Beberapa ulama menjelaskan bahwa di antara syuhrah yang dilarang dalam hadits adalah menyelisihi pakaian penduduk negerinya tanpa ‘udzur.

حَدَّثَنَا أَبُو بَكْرٍ، قَالَ: حَدَّثَنَا عَبَّادُ بْنُ الْعَوَّامِ، عَنِ الْحُصَيْنِ، قَالَ: كَانَ زُبَيْدٌ الْيَامِيُّ يَلْبَسُ بُرْنُسًا، قَالَ: فَسَمِعْتُ إِبْرَاهِيمَ عَابَهُ عَلَيْهِ، قَالَ: فَقُلْتُ لَهُ: إِنَّ النَّاسَ كَانُوا يَلْبَسُونَهَا، قَالَ: " أَجَلْ ! وَلَكِنْ قَدْ فَنِيَ مَنْ كَانَ يَلْبَسُهَا، فَإِنْ لَبِسَهَا أَحَدٌ الْيَوْمَ شَهَرُوهُ، وَأَشَارُوا إِلَيْهِ بِالأَصَابِعِ "

Telah menceritakan kepada kami Abu Bakr, ia berkata: Telah menceritakan kepada kami ‘Abbad bin al-‘Awwam, dari al-Hushain, ia berkata: Dulu Zubaid al-Yami pernah memakai burnus (sejenis tutup kepala). Lalu aku mendengar Ibrahim mencelanya karena perbuatannya yang memakai burnus tersebut. Aku berkata kepada Ibrahim: “Sesungguhnya orang-orang dulu pernah memakainya.” Ibrahim berkata: “Ya. Akan tetapi orang-orang yang memakainya sudah tidak ada lagi. Apabila ada seseorang yang memakainya hari ini, maka ia berbuat syuhrah dengannya. Lalu orang-orang berisyarat dengan jari-jari mereka kepadanya (karena heran).” [Diriwayatkan oleh Ibnu Abi Syaibah no. 25655; sanadnya Shahih]

Ibnu Baththal rahimahullah berkata:

فالذى ينبغى للرجل أن يتزى فى كل زمان بزى أهله ما لم يكن إثمًا لأن مخالفة الناس فى زيهم ضرب من الشهرة

“Yang seharusnya dilakukan seseorang adalah ia berpakaian di setiap masa dengan pakaian orang-orang yang hidup di masa tersebut sepanjang tidak terkandung dosa, karena penyelisihan terhadap pakaian yang dipakai oleh orang banyak termasuk syuhrah.” [Syarh Shahih al-Bukhari, 17/144 – via Syamilah]

al-Mardawi rahimahullah berkata:

يكره لبس ما فيه شهرة, أَو خلاف زي بلده من الناس, على الصحيح من المذهب

“Dimakruhkan memakai sesuatu yang menimbulkan syuhrah/popularitas atau menyelisihi pakaian penduduk negeri setempat berdasarkan pendapat yang shahih dari madzhab (Hanabilah).” [Al-Inshaf, 2/263]

as-Safarini rahimahullah berkata:

ونص الإمام أحمد رضي الله عنه على أنه لا يحرم ثوب الشهرة ، فإنه رأى رجلا لابسا بردا مخططا بياضا وسوادا ، فقال : ضع هذا ، والبس لباس أهل بلدك ، وقال : ليس هو بحرام ، ولو كنت بمكة ، أو المدينة لم أعب عليك . قال الناظم رحمه الله : لأنه لباسهم هناك

Dan al-Imam Ahmad radhiyallahu ‘anhu bahwa beliau tidak mengharamkan pakaian syuhrah. Beliau pernah melihat seorang laki-laki yang memakai kain dengan motif garis-garis putih dan hitam, lalu berkata: “Lepaskanlah kain ini dan pakaialah pakaian penduduk negerimu.” Beliau kembali berkata: “Memakainya tidaklah haram. Seandainya engkau berada di Makkah atau di Madinah, maka tidak mengapa engkau memakainya.” an-Nadhim (Abu ‘Abdillah Muhammad bin ‘Abdil-Qawiy al-Mardawi Al-Hanbali) rahimahullah berkata: “Karena ia merupakan pakaian mereka di sana.” [Ghidzaul-Albab, 2/126]

أنه يكره له لبس غير زي بلده بلا عذر كما هو منصوص الإمام

“Dibenci baginya memakai pakaian yang bukan model pakaian (penduduk) negerinya tanpa ‘udzur, sebagaimana dikatakan oleh al-Imam (Ahmad).” [idem, 2/182]

Ibnul-‘Utsaimin rahimahullah berkata:

أن موافقة العادات في غير المحرم هي السنة؛ لأن مخالفة العادات تجعل ذلك شهرة، والنبي صلّى الله عليه وسلّم نهى عن لباس الشهرة

“Bahwasannya mencocoki kebiasaan yang tidak mengandung keharaman merupakan sunnah, karena penyelisihan terhadap kebiasaan menjadikannya syuhrah. Dan Nabi shallallahu ‘alayhi wa sallam melarang pakaian syuhrah.” [asy-Syarhul-Mumti’, 6/67 – via Syamilah]

Satu hal penting yang perlu digarisbawahi dalam hal berpakaian dengan pakaian yang lazim dipakai oleh penduduk negeri adalah tidak mengandung keharaman.

Berkenaan dengan penjelasan para ulama di atas, maka nampaklah kekeliruan sebagian saudara kita yang melarang dan membenci berpakaian yang lazim dipakai oleh penduduk negeri kita, baik dalam shalat ataupun di luar shalat. Kesesuaian pakaian dengan pakaian penduduk Saudi atau Pakistan dipandang sebagai bentuk kesesuaian terhadap Islam dan/atau manhaj salaf. Bahkan yang dianjurkan adalah berpakaian dengan pakaian penduduk negeri kita, seperti misal: kemeja, batik, sarung, songkok, celana panjang, kaos, dan yang lainnya sepanjang memenuhi persyaratan yang diatur syari’at. Jika memang mengandung keharaman, maka kita dapat memodifikasinya agar sesuai dengan syari’at. Misalnya: celana/pantalon kita buat lebih longgar dan kita potong di atas mata kaki, motif batik kita pilih yang soft dan tidak bergambar makhluk hidup, kaos kita pilih yang longgar dan lebih tebal, dan yang lainnya.

Berikut ada penjelasan menarik dari al-Ustadz Muhammad Arifin Badri hafizhahullah terkait tema: Peci Hitam - Bantahan Kejumudan Sebagian Teman Salafi

Wallahu a'lam.

[Diambil dari artikel pada abul-jauzaa.blogspot.com]